RUMAH SI PITUNG
Rumah Pitung
Rumah si Pitung di Marunda, Jakarta Utara, Indonesia, merupakan satu dari sedikit rumah panggung Betawi yang tersisa. Rumah panggung ini merupakan representasi hunian panggung masyarakat Betawi yang tinggal di wilayah-wilayah Pesisir.
Tidak diketahui kapan peristiwa terjadinya si Pitung.
Rumah si pitung diperkirakan bangunan tersebut dibangun pada abad ke-20
Kamar tidur beserta kasurnya.
Ruang makan di rumah si pitung.
Dan dapur yang mengarah ke beranda belakang.
Latar belakang
Si Pitung lahir di daerah Pengumben sebuah kampung di Rawabelong yang pada
saat ini berada di sekitar lokasi Stasiun Kereta Api Palmerah. Ayahnya bernama Bung
Piun dan ibunya bernama Mbak Pinah. Pitung menerima pendidikan di pesantren yang
dipimpin oleh Haji Naipin (seorang pedagang kambing). Seperti yang dikisahkan dalam
film Si Pitung (1970).
Si Pitung adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa Belong. Ia rajin belajar
mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia pun dilatih silat. Setelah bertahun-
tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat.
Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba
menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni
(sebutan untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang
kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.
Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung mulai
merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil
rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang
kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir
diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah.
Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia
memiliki ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua,
orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung kini berada. Namun demikian
orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk
orang-orang untuk membuka mulut.
Kumpeni juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi
keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat
informasi tentang keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya
dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan informasi
tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.
Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu
saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun malangnya, informasi tentang
rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan
ditembak. Ia pun tewas seketika.Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap
dianggap sebagai pembela rakyat kecil.
Komentar
Posting Komentar